Loading...
Loading...
TEORI
NEO-ABIOGENESIS
Tokoh
teori Abiogenesis adalah Aristoteles (384-322 SM). Dia adalah seorang
filosof dan tokoh ilmu pengetahuan Yunani Kuno. Teori Abiogenesis ini
menyatakan bahwa makhluk hidup yang pertama kali menghuni bumi ini berasal dari
benda mati. Paham abiogenesis bertahan cukup lama, yaitu semenjak zaman Yunani
Kuno (Ratusan Tahun Sebelum Masehi) hingga pertengahan abad ke-17. Walaupun
telah bertahan selama ratusan tahun, tidak semua orang membenarkan paham
abiogenesis. Orang –orang yang ragu terhadap kebenaran paham abiogenesis
tersebut terus mengadakan penelitian memecahkan masalah tentang asal usul
kehidupan (Hartaty, 2012).
Sebagian
besar ahli biologi sependapat dengan hipotesis yang menyatakan bahwa kehidupan
di atas Bumi berasal dari bahan-bahan tidak hidup yang kemudian menjadi susunan
kumpulan molekuler yang akhirnya mampu membelah dan memperbanyak diri dan
melakukan metabolisme sendiri. Sejauh yang kita ketahui, kehidupan tidak dapat
terjadi secara spontan dari bahan-bahan tak hidup yang ada saat ini, akan
tetapi keadaan sangat berbeda ketika Bumi baru berumur satu miliar tahun.
Atmosfer pada waktu itu sangat berbeda (misalnya, dulu hanya terdapat sedikit
oksigen di atmosfer), petir, aktivitas vulkanik, hujan meteorit, dan radiasi ultraviolet
semuanya dulu lebih intens (kuat) dibandingkan dengan apa yang kita alami saat
ini. Pada lingkungan masa silam itu, asal mula kehidupan terbukti memiliki
kemungkinan untuk terjadi, dan kemungkinan tahap awal kelahiran biologis tidak
dapat dihindarkan lagi. Akan tetapi, banyak sekali perdebatan mengenai apa yang
terjadi selama tahapan awal ini (Campbell, 2003).
Berdasarkan
pernyataan-pernyataan tersebut di atas, teori neo abiogenesis merupakan teori
yang masih mempertahankan teori abiogenesis yang menyatakan bahwa makhluk hidup
berasal dari benda tak hidup. Perbedaan yang membedakan abiogenesis dengan
teori neo abiogenesis ialah sudah adanya ahli yang menjelaskan bagaimana
benda-benda tak hidup itu bisa berubah menjadi makhluk hidup. Adapun para ahli atau
tokoh yang mendukung teori ini yaitu Alexander Ivanovich Oparin, Harold Urey,
dan Stanley Miller. Berdasarkan tokoh-tokoh tersebut, maka dalam teori neo
abiogenesis ini mencakup 2 macam teori, yaitu teori evolusi kimia dan teori
evolusi biologi.
1.
Teori
Evolusi Kimia
Para pakar biologi, astronomi, dan geologi
sepakat, bahwa planet bumi ini terbentuk kira-kira antara 4,5-5 miliar tahun
yang lalu. Keadaan pada saat awal terbentuknya sangat berbeda dengan keadaan
pada saat ini. Pada saat itu suhu planet bumi diperkirakan 4.000-8.000°C. Pada
saat mulai mendingin, senyawa karbon beserta beberapa unsur logam mengembun
membentuk inti bumi, sedangkan permukaannya tetap gersang, tandus, dan tidak
datar. Karena adanya kegiatan vulkanik, permukaan bumi yang masih lunak
tersebut bergerak dan berkerut terus menerus. Ketika mendingin, kulit bumi
tampak melipat-lipat dan pecah (Anonim, 2012).
Pada saat itu, kondisi atmosfer bumi juga
berbeda denagn kondisi saat ini. Gas-gas ringan seperti Hidrogen (H2),
Nitrogen (N2), Oksigen (O2), Helium (He), dan Argon (Ar)
lepas meninggalkan bumi karena gaya gravitasi bumi tidak mampu menahannya. Di
atmosfer juga terbentuk senyawa-senyawa sederhana yang mengandung unsur-unsur
tersebut, seperti uap air (H2O), Amonia (NH3), Metan (CH4),
dan Karbondioksida (CO2). Senyawa sederhana tersebut tetap berbentuk
uap dan tertahan di lapisan atas atmosfer. Ketika suhu atmosfer turun sekitar
100°C terjadilah hujan air mendidih. Peristiwa ini berlangsung selama ribuan
tahun. Dalam keadaan semacam ini pasti bumi saat itu belum dihuni kehidupan.
Namun, kondisi semacam itu memungkinkan berlangsungnya reaksi kimia, karena
tersedianya zat (materi) dan energi yang berlimpah (Anonim, 2012).
Bagaimanakah awal kemunculan teori evolusi
kimia? Pada tahun 1938, A.I.Oparin dari Rusia dan J.B.S.Haldane dari Inggris
secara sendiri-sendiri berpostulat bahwa kondisi pada bumi primitif sesuai
untuk reaksi-reaksi kimia yang mensintesis senyawa-senyawa organik dari
anorganik yang telah ada di dekat atmosfer dan laut (Sudjadi, 2007).
Menurut Oparin dan Haldane, hal itu tidak
dapat terjadi di bumi modern, karena atmosfer saat ini banyak mengandung
oksigen yang dihasilkan oleh kehidupan fotosintetik. Atmosfer pengoksidasi yang
ada saat ini tidak memungkinkan untuk mensintesis molekul kompleks secara
spontan karena oksigen pada atmosfer akan memutuskan ikatan kimia, yang
melepaskan efek elektron. Sebelum terjadinya fotosintesis yang menghasilkan
oksigen, bumi memiliki lebih sedikit atmosfer pengoksidasi, dan sebagian besar
oksigen diperoleh dari uap vulkanik. Atmosfer pereduksi (penambah elektron)
semacam itu akan meningkatkan penggabungan molekul sederhana untuk membentuk
molekul yang lebih kompleks. Bahkan dengan atmosfer pereduksi, pembuatan
molekul-molekul organik memerlukan energi yang cukup banyak, yang mungkin
terdapat pada kilat dan radiasi UV yang menembus atmosfer primitif tersebut.
Atmosfer modern memiliki lapisan ozon yang dihasilkan dari oksigen, dan lapisan
pelindung ozon ini menyaring sebagian besar radiasi UV. Terdapat juga bukti
bahwa matahari yang masih muda memancarkan lebih banyak radiasi UV dibandingkan
dengan matahari yang lebih tua. Oparin dan Haldane membayangkan suatu dunia
kuno dengan kondisi kimiawi dan sumber daya energi yang diperlukan untuk
sintesis molekul organik dari bahan-bahan abiotik (Campbell, 2003).
Energi dari atmosfir purba bumi menyebabkan
zat‐zat sederhana tersebut mengalami serangkaian perubahan menjadi senyawa
organik kompleks (polimer) seperti asam amino, protein, gula serta asam nukleat
yang merupakan ’building block’ dari makromolekul penyusun makhluk
hidup. Polimer tersebut kemudian membentuk molekul dalam bentuk tetesan yang
disebut protobion (Oparin)(Supriatna, 2010).
Protobion/protosel
Hipotesis yang diajukan Oparin dan Haldane ini
kemudian diuji oleh Harold Urey dan muridnya, Stanley Miller di laboratorium.
a.
Harold
Urey
Harold Urey adalah ahli Kimia berkebangsaan Amerika Serikat. Dia
menyatakan bahwa pada suatu saat atmosfer bumi kaya akan molekul zat seperti
Metana (CH4), Uap air (H2O), Amonia(NH2), dan karbon dioksida (CO2) yang
semuanya berbentuk uap. Karena adanya pengaruh energi radiasi sinar kosmis
serta aliran listrik halilintar terjadilah reaksi di antara zat-zat tersebut
menghasilkan zat-zat hidup. Teori evolusi Kimia dari Urey tersebut biasa
dikenal dengan teori Urey (Hartaty, 2012).
Menurut Urey, zat hidup yang pertama kali terbentuk mempunyai
susunan menyerupai virus saat ini. Zat hidup tersebut selama berjuta-juta tahun
mengalami perkembangan menjadi berbagai jenis makhluk hidup. Menurut Urey,
terbentuknya makhluk hidup dari berbagai molekul zat di atmosfer tersebut
didukung kondisi sebagai berikut:
· kondisi 1:tersedianya molekul-molekul
Metana, Amonia, Uap air, dan hydrogen yang sangat banyak di atmosfer bumi
· kondisi 2:adanya bantuan energi yang timbul
dari aliran listrik halilintar dan radiasi sinar kosmis yang menyebabkan
zat-zat tersebut bereaksi membentuk molekul zat yang lebih besar,
· kondisi 3:terbentuknya zat hidup yang
paling sederhana yang susunan kimianya dapat disamakan dengan susunan kimia
virus, dan
· kondisi 4:dalam jangka waktu yang lama
(berjuta-juta tahun), zat hidup yang terbentuk tadi berkembang menjadi sejenis
organisme (makhluk hidup yang lebih kompleks).
Kondisi-kondisi
tersebut dapat kita gambarkan dalam ilustrasi berikut ini:
(a) atmosfer primitif mengandung beragam gas
yang dikeluarkan oleh gunung berapi. Sebagia gas tercuci dan jatuh ke laut
bersama air hujan
(b) energi dari letusan gunung berapi dan petir
menyebabkan gas dapat membentuk molekul organik kecil, seperti nukleotida dan
asam amino
(c)
molekul-molekul organik kecil dapat bergabung membentuk protein dan asam amino.
Kedua makromolekul tersebut kemudian bergabung membentuk membran yang
mengelilingi struktur bulatan. Struktur bulatan tersebut kemudian menjadi sel
pertama yang disebut protosel. Pada akhirnya, protosel berkembang menjadi sel
sejati yang dapat bereproduksi.
b.
Stanley
Miller
Miller adalah murid Harold Urey yang juga
tertarik terhadap masalah asal usul kehidupan. Didasarkan informasi tentang
keadaan planet bumi saat awal terbentuknya, yakni tentang keadaan suhu, gas-gas
yang terdapat pada atmosfer waktu itu, dia mendesain model alat laboratorium
sederhana yang dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis Harold Urey
(Hartaty, 2012).
Ke dalam alat yang diciptakannya, Miller
memasukan gas Hidrogen, Metana, Amonia, dan Air. Alat tersebut juga dipanasi
selama seminggu, sehingga gas-gas tersebut dapat bercampur didalamnya. Sebagai
pengganti energi aliran listrik halilintar, Miller mengaliri perangkat alat
tersebut dengan loncatan listrik bertegangan tinggi. Adanya aliran listrik
bertegangan tinggi tersebut menyebabkan gas-gas dalam alat Miller bereaksi
membentuk suatu zat baru. Ke dalam perangkat juga dilakukan pendingin, sehingga
gas-gas hasil reaksi dapat mengembun (Hartaty, 2012).
Pada akhir minggu, hasil pemeriksaan
terhadap air yang tertampung dalam perangkap embun dianalisis secar kosmografi.
Ternyata air tersebut mengandung senyawa organik sederhana, seperti asam amino,
adenine, dan gula sederhana seperti ribose. Eksperimen Miller ini dicoba
beberapa pakar lain, ternyata hasilnya sama. Bila dalam perangkat eksperimen
tersebut dimasukkan senyawa fosfat, ternyata zat-zat yang dihasilkan mengandung
ATP, yakni suatu senyawa yang berkaitan dengan transfer energi dalam kehidupan.
Lembaga penelitian lain, dalam penelitiannya menghasilkan senyawa-senyawa
nukleotida (Hartaty, 2012).
Eksperimen
Stanley Miller
Eksperimen Miller dapat memberikan petunjuk
bahwa satuan- satuan kompleks di dalam sistem kehidupan seperti Lipida,
Karbohidrat, Asam Amino, Protein, Nukleotida dan lain-lainnya dapat terbentuk
dalam kondisi abiotik. Teori yang terus berulang kali diuji ini diterima para
ilmuwan secara luas. Namun, hingga kini masalah utama tentang asal-usul
kehidupan tetap merupakan rahasia alam yang belum terjawab. Hasil yang mereka
buktikan barulah mengetahui terbentuknya senyawa organik secara bertahap, yakni
dimulai dari bereaksinya gas-gas diatmosfer purba dengan energi listrik
halilintar. Selanjutnya semua senyawa tersebut bereaksi membentuk senyawa yang
lebih kompleks dan terkurung di lautan. Akhirnya membentuk senyawa yang
merupakan komponen sel (Hartaty, 2012).
2.
Teori
Evolusi Biologi
Alexander Ivanovich Oparin adalah Ilmuwan Rusia. Didalam bukunya yang berjudul The Origin
of Life (Asal Usul Kehidupan). Oparin menyatakan bahwa pada suatu ketika
atmosfer bumi kaya akan senyawa uap air, CO2, CH4, NH3,
dan Hidrogen. Karena adanya energi radiasi benda-benda angkasa yang amat kuat,
seperti sinar Ultraviolet, memungkinkan senyawa-senyawa sederhana tersebut
membentuk senyawa organik atau senyawa hidrokarbon yang lebih kompleks. Proses
reaksi tersebut berlangsung di lautan (Anonim, 2012).
Senyawa kompleks yang mula-mula terbentuk diperkirakan senyawa
aseperti Alkohol (H2H5OH), dan senyawa asam amino yang
paling sederhana. Selama berjuta-juta tahun, senyawa sederhana tersebut
bereaksi membentuk senyawa yang lebih kompleks, Gliserin, Asam organik, Purin
dan Pirimidin. Senyawa kompleks tersebut merupakan bahan pembentuk sel (Anonim,
2012).
Menurut Oparin senyawa kompleks tersebut
sangat berlimpah di lautan maupun di permukaan daratan. Adanya energi yang berlimpah,
misalnya sinar Ultraviolet, dalam jangka waktu yang amat panjang memungkinkan
lautan menjadi timbunan senyawa organik yang merupakan sop purba atau Sop
Primordial (Anonim, 2012).
Senyawa kompleks yang tertimbun membentuk
sop purba di lautan tersebut selanjutnya berkembang sehingga memiliki kemampuan
dan sifat sebagai berikut:
· memiliki sejenis membran yang mampu
memisahkan ikatan-ikatan kompleks yang terbentuk dengan molekul-molekul organik
yang terdapat di sekelilingnya;
· memiliki kemampuan untuk menyerap dan
mengeluarkan molekul-molekul dari dan ke sekelilingnya;
· memiliki kemampuan untuk memanfaatkan
molekul-molekul yang diserap sesuai dengan pola-pola ikatan didalamnya;
· mempunyai kemampuan untuk memisahkan
bagian-bagian dari ikatan-ikatannya. Kemampuan semacam ini oleh para ahli
dianggap sebagai kemampuan untuk berkembang biak yang pertama kali.
Senyawa kompleks dengan sifat-sifat
tersebut diduga sebagai kehidupan yang pertama kali terbentuk. Jadi senyawa
kompleks yang merupakan perkembangan dari sop purba tersebut telah memiliki
sifat-sifat hidup seperti nutrisi, ekskresi, mampu mengadakan metabolisme, dan
mempunyai kemampuan memperbanyak diri atau reproduksi (Anonim, 2012).
Walaupun dengan adanya senyawa-senyawa
sederhana serta energi yang berlimpah sehingga di lautan berlimpah senyawa
organik yang lebih kompleks, namun Oparin mengalami kesulitan untuk menjelaskan
mengenai mekanisme transformasi dari molekul-molekul protein sebagai benda tak hidup ke benda hidup. Bagaimana
senyawa-senyawa organik sop purba tersebut dapat memiliki kemampuan seperti
tersebut diatas ? Oparin menjelaskan sebagai berikut:
Protein sebagai suatu senyawa, dapat
membentuk kompleks koloid hidrofil (menyerap air), sehingga molekul protein
tersebut dibungkus oleh molekul air. Gumpalan senyawa kompleks tersebut dapat
lepas dari cairan di mana dia berada dan membentuk emulsi. Penggabunagn
struktur emulsi ini akan menghasilkan koloid yang terpisah dari fase cair dan
membentuk timbunan gumpalan atau Koaservat (Anonim, 2012).
Timbunan Koaservat yang kaya berbagai
kompleks organik tersebut memungkinkan terjadinya pertukaran substansi dengan
lingkungannya. Di samping itu secara selektif gumpalan Koaservat tersebut
memusatkan senyawa-senyawa lain ke dalamnya terutama Kristaloid. Komposisi
gumpalan koloid tersebut bergantung kepada komposisi mediumnya. Dengan
demikian, perbedaan komposisi medium akan menyebabkan timbulnya variasi pada
komposisi sop purba. Variasi komposisi sop purba di berbagai areal akan mengarah
kepada terbentuknya komposisi kimia Koaservat yang merupakan penyedia bahan
mentah untuk proses biokimia (Anonim, 2012).
Tahap selanjutnya substansi didalam
Koaservat membentuk enzim. Di sekeliling perbatasan antara Koaservat dengan
lingkungannya terjadi penjajaran molekul-molekul Lipida dan protein sehingga
terbentuklah selaput sel primitif. Terbentuknya selaput sel primitif ini
memungkinkan memberikan stabilitas pada koaservat. Dengan demikian, kerjasama
antara molekul-molekul yang telah ada sebelumnya yang dapat mereplikasi diri ke
dalam koaservat dan pengaturan kembali Koaservat yang terbungkus lipida amat
mungkin akan menghasilkan sel primitif. Kemampuan koaservat untuk menyerap
zat-zat dari medium memungkinkan bertambah besarnya ukuran koaservat. Kemungkinan
selanjutnya memungkinkan terbentuknya organisme Heterotropik yang mampu
mereplikasi diri dan mendapatkan bahan makanan dari sop Primordial yang kaya
akan zat-zat organik (Anonim, 2012).
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2012. Asal Usul
Kehidupan. http://www.scribd.com/doc /57518271
/ASAL-USUL-KEHIDUPAN. Diakses pada
tanggal 13 Maret 2012
Campbell,
Neil A, Jane B Reece, dan Lawrence G. Mitchell. 2003. Biologi Edisi V Jilid II. Jakarta: Erlangga
Hartaty,
Amelin dkk. 2012. Asal Usul Kehidupan.
http://www.scribd.
com/doc/29975550/ASAL-USUL-KEHIDUPAN. Diakses pada tanggal 13 Maret 2012
Sudjadi, Bagod dan Sitti Laila. 2007. Biologi:Sains dalam Kehidupan. Surabaya: Yudhistira
Supriatna,
Jatna. 2010. Asal Usul Kehidupan,
Evolusi, dan Keanekaragaman Hayati. http://www.freedom-institute.org
/pdf/20101111-Kuliah-umum-Asal-usul-Kehidupan-JSU.pdf. Diakses pada tanggal 13 Maret 2012
By Muliana G. H., S. Pd - 2015
Loading...
0 Response to "Teori Neo Abiogenesis"
Posting Komentar