Puasa
Mengapa Puasa Erat
Kaitannya
dengan Kesehatan?
A. Pengantar
Puasa
dalam wujud manusia memiliki berbagai dimensi dan dampak yang begitu banyak,
baik dari sisi materi maupun maknawi (spiritual), dan yang paling penting dari
semua dimensi yang ada adalah dimensi akhlak dan pendidikannya.Di antara
manfaat penting yang ada dalam puasa adalah melembutkan jiwa, menguatkan
kehendak yang ada dalam diri dan menyeimbangkan insting.
Seseorang
yang melakukan puasa, selain harus merasakan kelaparan dan kehausan dalam
wujudnya, ia juga harus menutup matanya dari kelezatan dan kenikmatan biologis,
serta membuktikan dengan amal bahwa ia tidaklah seperti hewan yang terkungkung
di dalam kandang dan rerumputan. Karena ia mampu menahan diri dari godaan nafsu
dan lebih dominan dari hawa nafsu serta syahwatnya.
B. Pengertian puasa
Kata
puasa merupakan arti dari kata “syiam”
kata bentukan masdar dari kata sama.Secara
bahasa berarti menahan diri. Dalam arti yang lebih luas syiam
berarti
meninggalkan parbuatan, termasuk meninggalkan makan, bicara atau bergerak
kesuatu tempat, seperti halnya puasa yang dilakukan oleh Maryam untuk menahan
diri dari berbicara
Sacara
shar’i puasa adalah meninggalkan makan, minum dan berhubungan seksual sejak
terbitnya fajar sadiq sampai terbenammnya matahari dengan disertai niat. Puasa merupakan salah satu
bentuk ibadah yang bersejarah dan yang paling tua serta yang paling luas
tersebar di kalangan umat manusia.Bahkan sejak Nabi Adam pun telah dikenal
adanya puasa, meskipun aturan dan tata caranya sedikit berbeda dari satu umat
ke umat yang lain, serta dari satu tempat ke tempat yang lain. Demikan juga
motif puasa, bisa berbeda-beda.Di antaranya untuk menghormati sesembahan mereka
atau musibah tertentu yang menimpa mereka.
C. Nilai filosofis Dalam Puasa
Jika
dicermati dengan baik apa yang termaktub dalam surah al-Baqarah ayat: 183
tersebut, di dalamnya akan terungkap apa sebenarnya nilai-nilai filosofis
tujuan dari puasa Ramadhan tersebut, di antaranya adalah; untuk mencapai sebuah
gelar atau derajat yang paling tinggi yakni gelar takwa. Gelar itu
diperoleh bagi umat yang beriman dan melaksanakan puasa Ramadhan. Puasa
Ramadhan hanya diwajibkan bagi orang yang beriman, meskipun dia mengaku orang
Islam tapi tidak merasa beriman, dia tidak termasuk kategori orang yang
dipanggil untuk wajib melaksanakan puasa Ramadhan jika diamati dengan baik
serta teliti makna dari perintah yang terdapat pada surah al-Baqarah.
Selanjutnya,
nilai filosofis yang lain adalah memupuk rasa kasih sayang antar sesama, dengan
merasakan lapar dengan cara berpuasa itu hati kita akan tersentuh betapa
sengsaranya kaum fakir miskin yang senantiasa merasa kelaparan serta serba
kekurangan dalam segala hal. Para kaum dhu'afa senantiasa menanti uluran tangan
kaum dermawan agar menyisihkan sebahagian hartanya untu didermakannya. Orang
yang beriman dan melaksanakan ibadah puasa Ramadhan dengan penuh keimanan,
pasti akan tersentuh hatinya untuk menolong kaum fakir miskin yang selalu hidup
dalam keadaan serba kepapaan. Kemudian, nilai filosofis yang terdapat dalam
puasa itu yakni, membina dan menata diri kaum mukmin agar senantiasa hidup
dengan teratur, utamanya dalam mengkonsumsi makanan. Jika seseorang
mengkonsumsi makanan dengan cara yang tidak teratur akan mengakibatkan kesehatannya
kurang baik, karena perut manusia butuh waktu untuk mengolah makanan yang telah
dikonsumsi.
Maka
dengan mengatur pola makan yang baik dan teratur akan menjadikannya seorang
manusia yang sehat, hal ini sejalan dengan hadis Nabi SAW. dari Abu Hurairah yang
artinya: "Berpauasalah kamu agar kamu sehat." Nilai filosofis yang
tidak kalah pentingnya adalah, puasa Ramadhan akan menata atau memanajemen hati
seorang yang berpuasa agar lebih suci dan bersih, sehingga terhindar dari
sifat-sifat yang jelek atau tercela, seperti sifat dengki, iri hati, riya' atau
suka dipuji dan dilihat orang lain, dan lain sebagainya yang tergolong pada
hal-hal yang mengotori hati manusia. Jika sifat yang disebutkan di atas, tumbuh
subur di hati seseorang maka nilai puasanya dalam pandangan Allah sangat buruk
dan tidak akan mendapatkan ganjaran selain lapar dan haus. Bulan Ramadhan
sebagai bulan yang awalnya rahmah, pertengahannya merupakan ma'firah dan akhir
bulan Ramadhan merupakan momen terlepas dari api neraka, maka secara tidak langsung
akan memberikan motivasi yang sangat bererti bagi umat Islam untuk lebih giat
dalam beribadah untuk mencapai ridha Allah SWT. Selanjutnya Allah telah
memberikan malam yang sangat mulia di sepuluh akhir Ramadhan, malam itu dikanal
dengan malam kemuliaan atau "Lailat al-Qadr" (malam yang lebih baik
dari seribu bulan).Secara tidak langsung malam kemuliaan atau Lailat al-Qadr
itu termasuk dari nilai filosafis yang terkadung dalam bulan Ramadhan itu
sendiri.
Pada
hakikatnya, filsafat terpenting puasa terletak pada dimensi ruhani dan maknawi.
Yaitu, seseorang yang memiliki seluruh ikhtiyar dan kewenangan dalam berbagai
macam makanan serta minuman, yang di saat merasa lapar dan haus ia langsung
bisa menikmati apa yang diinginkannya. Keadaannya sebagaimana pepohonan yang
tumbuh menyandar di samping dinding yang terletak di pinggiran sebuah aliran
air.Pepohonan semacam ini begitu lembut, kurang mampu bertahan dan sangat
rentan terhadap serangan berbagai penyakit, serta tidak mempunyai kekuatan
bertahan lama. Apabila beberapa hari saja akarnya tidak menyentuh aliran air,
pepohonan ini akan segera layu dan menjadi kering.
Lain
halnya dengan pepohonan yang tumbuh di sela-sela bebatuan sahara atau yang
tumbuh di tengah gunung tandus dan di jalanan yang gersang. Pepohonan yang
batang serta dahannya senantiasa dimanjakan oleh angin topan dan teriknya panas
matahari yang membakar serta dinginnya angin musim dingin, serta pepohonan yang
tumbuh dengan segala kekurangan sejak mada dini pertumbuhannya ini, menjadikannya
sebagai batang pohon yang tegar, kuat, penuh kemandirian dan pantang menyerah.
Demikianlah
halnya dengan puasa.Ia mempengaruhi jiwa manusia seperti ini. Dan pada
batasan-batasan tertenu, ia akan memberikan pertahanan dan kekuatan kemauan dan
daya dalam melawan segala peristiwa yang sulit. Ketika naluri liarnya telah
terkontrol dengan baik, maka puasa ini akan memancarkan pula cahaya dan
kejernihan di dalam kalbunya.
Ringkasnya,
puasa dapat memberikan lompatan yang menakjubkan dari alam hewani menuju ke alam
malaikat.Allah Swt berfirman, “Supaya Kamu bertakwa.”(QS. al-Baqarah
[2]: 183) Ayat ini menjelaskan filsafat diwajibkannya puasa yang mengisyaratkan
pada kompleksitas hakikat tersebut.
Demikian
juga, hadis masyhur “Puasa merupakan perisai dalam menghadapi api neraka”1
mengisyaratkan pula tentang persoalan ini. Dalam hadis yang lain, Amirul
Mukminin Ali bin Abi Thalib as bertanya kepada Rasulullah saw., “Apa yang harus
kita lakukan supaya setan menjauhi kita? Rasulullah saw. bersabda, “Dengan
berpuasa, wajah setan akan berubah menjadi hitam, infak di jalan Allah akan
melobangi punggungnya, bersahabat karena Allah dan menjaga amal yang salih akan
memotong ekornya, sedangkan beristigfar akan memutuskan urat nadi
kalbunya.
Amirul
Mukminin Ali bin Abi Thalib as dalam Nahj al Balaqhah menjelaskan
filsafat ibadah. Berkenaan dengan puasa, beliau berkata; “Puasa itu untuk
menguji keikhlasan seorang hamba.” Demikian juga di hadis yang lain, Rasulullah
saw. bersabda; “Sesungguhnya surga mempunyai sebuah pintu yang bernama Rayyan.
Tidak seorang pun yang melewati pintu itu kecuali orang-orang yang berpuasa.”
Almarhum
Shaduq r.a dalam Ma’ani al-Akhbar-nya ketika menjelaskan hadis tersebut
menulis, “Latar belakang pemilihan namaRayyan untuk salah satu pintu
surga ini adalah kesulitan yang biasanya dihadapi oleh orang-orang yang
melakukan puasa, yaitu rasa dahaga. Ketika orang-orang yang berpuasa memasuki
surga dan melewati pintu ini, mereka akan meneguk air minum yang ada di
dalamnya, sehingga setelah itu mereka tidak akan pernah merasa kehausan lagi
untuk selamanya,”
D. Puasa Ditinjau dari Beberapa Aspek
Dalam
ilmu kedokteran masa kini dan masa lalu telah banyak bukti bahwa “imsak”
(menahan lapar) mempunyai pengaruh luar biasa yang tidak bisa dipungkiri dalam
penyembuhan berbagai macam penyakit.Hanya sedikit para dokter yang tidak
menyinggung kenyataan ini dalam tulisan-tulisannya.
Kita
mengetahui bahwa penyebab munculnya banyak penyakit adalah karena manusia
berlebihan dalam menyantap beragam makanan, karena kelebihan bahan-bahan tidak
bisa tercerna dengan baik di dalam pencernaannya, maka bahan ini akan muncul
dalam bentuk lemak yang mengganggu bagian-bagian badan atau berubah menjadi
lemak serta kelebihan gula yang tertinggal di dalam darah. Bahan-bahan lebih
ini berada di sela-sela urat badan, yang pada hakikatnya merupakan lumpur
berbau busuk yang sangat efektif sebagai lahan berkembang biaknya berbagai
macam mikroba dan penyakit-penyakit infeksi. Dalam keadaan ini, jalan terbaik
yang bisa dipergunakan untuk melawan penyakit tersebut adalah menghancurkan dan
membersihkan lumpur berbau busuk tersebut dari badan dengan caraimsak dan
puasa.
1.
Aspek
Ontologi
Puasa
akan membakar sampah-sampah dan bahan-bahan lebih yang tidak dapat dicerna di
dalam badan manusia. Pada dasarnya, dengan melakukan puasa akan terjadi
pembaharuan di dalam tubuh manusia.
Puasa,
selain merupakan waktu istirahat bagi sistem pencernaan yang perlu mendapat perhatian,
juga merupakan fakor pengaruh besar dalam membantu kerja sistem pencernaan.
Mengingat bahwa sistem ini merupakan sebuah sistem yang paling peka di antara
keseluruhan sistem yang ada di dalam tubuh manusia, sementara di sepanjang
tahun senantiasa melakukan pekerjaan, istirahat sejenak bagi sistem ini
merupakan suatu hal yang lazim dan amat diperlukan.
Jelaslah
kiranya, bahwa orang-orang yang melakukan puasa sesuai dengan aturan yang ada
dalam Islam, tidak dibenarkan berlebih-lebihan dalam menyantap makanan ketika
berbuka puasa dan sahur, agar mereka memperoleh kesehatan maksimal. Jika
tidak demikian, maka bisa jadi hasil yang muncul akan berlawanan dengan yang
seharusnya.
Alex
Sufrin, seorang ilmuwan Rusia, dalam bukunya menulis, “Penyembuhan dengan cara
berpuasa mempunyai manfaat yang khas untuk penyakit amnesia, diabetes, mata,
lemah pernafasan, penyakit jamur yang kronis, luka dalam dan luar, TBC,
hydropsy, rematik, kulit yang terkelupas, penyakit kulit, ginjal, liver, dan
penyakit-penyakit lainnya. Tetapi, penyembuhan dengan cara berpuasa ini tidak
hanya bermanfaat untuk penyakit-penyakit yang tertera di atas, bahkan
penyakit-penyakit yang berhubungan langsung dengan jasmani manusia yang
bercampur dengan sel-sel badan, seperti kanker, shiphlish, TBC, serta tipes pun
bisa disembuhkan dengan melakukan puasa”
Dalam
sebuah hadis masyhur, Rasulullah SAW.
bersabda, “Berpuasalah supaya Kamu menjadi sehat.” Dalam hadis terkenal lainnya
tertulis, “Usus besar merupakan sarang penyakit dan menahan makan merupakan
obat paling utama.”
2.
Aspek
Epistemologi
Sebagian
orang salaf berkata: “Allah mengklasifikasikan seluruh ilmu kedokteran hanya
dalam setengah ayat”. Kemudian membacakan ayat: “Makan dan minmlah dan
janganlah berbuat israf {berlebih-lebihan}, sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang berbuat israf”. [al-A’raf: 31]Rasulullah bersabda: “Tiada tepat yang
lebih buruk yang di penuhi anak Adam dari perutnya, cukuplah bagi mereka
beberapa suap yang dapat menopang tulang punggungnya {penyambung hidupnya},
jika hal itu tidak bisa di hindari maka masing-masing sepertiga bagian untuk
makannya, minumnya, dan nafasnya”.[HR. Ahmad, Nas’I, Ibnu Majah, Tirmidzi
beliau berkata hadits ini hasan].Hadits ini dasar utama bagi ilmu kedokteran.
Malik bin Dinar berkata: “Tidak pantas bagi seorang mukmin menjadikan perutnya
sebagian tujuan utama, dan nafsu syahwatnya mengendalikan dirinya”. Supyan
Ats-Tsauri berkata: “Jika Anda menghendaki badan yang sehat dan tidur sedikit,
maka makanlah sedikit saja”.
Imam
Al-Qasthalani Rahimahullah mengatakan: “Puasa itu mempunyai nilai-nilaii yang
tinggi. Diantara, dapat menjadikan hati kita lembut dan air mata gampang
mengalir.Itulah yang dapat mendatangkan kebaikan, sesungguhnya kekenyangan itu
akan menghilangkan cahaya kebajikan, dan menjadikan kerasnya hati serta
mendorong untuk berbuat yang haram”.
Amru
bin Qais mengatakan: “Jauhilah kekenyangan, sebab hal itu menyebabkan kerasnya
hati”. Harits bin Kaldah seorang dokter terkenal dari Arab mengatakan: “Menjaga
makan adalah obat dari penyakit, sedangkan perut adalah sumber penyakit”. Dzun
Nun Al-Misry mengatakan: “Buatlah lapar di siang hari dan dirikan ibadah di
ujung malam, niscaya Anda akan melihat keajaiban dari yang Maha Merajai dan
Maha Perkasa”. Yahya bin Muadz berkata: “Barangsiapa kekenyangan, maka dia akan
malas untuk bangun malam”.Dampak berlebih-lebihan dalam makan dan minum adalah
banyak tidur dan malas melaksanakan shalat tarawih dan membaca al-Qur’an.
“Makan, minum,berpakaian, dan bersedekahlah tanpa di sertai berlebih-lebihan
dan kesombongan”. [HR.Abu Daud-Ahmad]. Puasa yang di lakukan umat islam pada
bulan Ramadhan, oleh sebagian ahli dan dokter Barat kini di anggap sebagai
“metode biologis efektif”.
Untuk
mempersehat diri. Otto Buchinger, Sr, MD, ahli terapi puasa dari Jerman
mengatakan puasa bagai mengoperasi tanpa pisau bedah, alasannya puasa merupakan
cara penyembuhan diri tanpa obat-obatan, termasuk di situ upaya menyiram keluar
ampas yang kotor, menyelaraskan mengarahkan kembali sistem kerja tubuh dan
relaksasi. Menurut riset, pada saat puasa kesehatan fisik seseorang memang
meningkat. Berpuasa akan membuat system metabolisme tubuh seimbang, membuat
tubuh merasa ringan, energi meningkat, dan fikiran makin jernih. Detoksifikasi
lewat puasa akan banyak memberi keuntungan bagi kita, daya tahan, kekebalan
tubuh dan vitalitas biasanya meningkat.
3.
Aspek
Aksiologi
Puasa
itu merupakan pengontrol nafsu syahwat. Kalau kita padai mengontrol nafsu
syahwat, maka akan di rasakan manfaat puasa secara kejiwaan, yaitu membiasakan
kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana menguasai diri,
serta mewujudkan dan membentuk ketakwaan yang kokoh dalam diri.
Amal kebaikan yang dilakukan pada bulan Ramadhan merupakan obat untuk menjadikan hati kita cerdas, sehingga siap menerima cahaya Allah. Dalam kehidupan yang mendalam kita dapat mengunakan kesadaran diri kita yang mendalam untuk mengkaji kebutuhan-kebutuhan suara hati nurani, kita dapat mengkaji paradigma-paradigma kita, serta menelaah motif-motif kita, salah satu manfaat yang paling kuat dari kesadaran diri ini untuk menjadi sadar akan hati nurani kita, dan bagaimana hati nurani itu beroperasi dalam diri kita secara optimal.Ketidakstabilan emosional merupakan pengaruh dari kejahatan yang di lakukan oleh diri kita, sedangkan kecerdasan hati nurani merupakan pengaruh dari kebaikan yang kita lakukan secara kontinuitas.
Amal kebaikan yang dilakukan pada bulan Ramadhan merupakan obat untuk menjadikan hati kita cerdas, sehingga siap menerima cahaya Allah. Dalam kehidupan yang mendalam kita dapat mengunakan kesadaran diri kita yang mendalam untuk mengkaji kebutuhan-kebutuhan suara hati nurani, kita dapat mengkaji paradigma-paradigma kita, serta menelaah motif-motif kita, salah satu manfaat yang paling kuat dari kesadaran diri ini untuk menjadi sadar akan hati nurani kita, dan bagaimana hati nurani itu beroperasi dalam diri kita secara optimal.Ketidakstabilan emosional merupakan pengaruh dari kejahatan yang di lakukan oleh diri kita, sedangkan kecerdasan hati nurani merupakan pengaruh dari kebaikan yang kita lakukan secara kontinuitas.
Dengan
berpuasa secara benar, al-Aghniyâ’ (orang yang memiliki kemampuan
berbagi) yang hatinya selalu diasah dengan “puasa”-nya , telinga-jiwanya akan
mampu mendengarkan rintihan suara al-Fuqarâ’ (orang-orang yang
membutuhkan uluran tangan) yang selalu merintih dalam kepedihan. Ia tidak
serta-merta mendengar itu sebagai suara “pemohon bantuan”, melainkan permohonan
akan sesuatu hal yang tidak ada jalan lain untuk disambut, direngkuh dan
direspon makna tangisnya dengan kelembutan hati “Sang Dermawan”, yang selalu
bersedia untuk membantu dengan uluran tangan-keikhlasan.. Al-Aghniyâ’akan
memaknai itu semua sebagai pengabdian yang tulus kepada Allah, dengan fondasi îmân
wa ihtisâb. Semua dilakukan karena Allah, karena ia sadar bahwa “hanya Dia”
(Allah)-lah “Sang Pemilik” segalanya dan tujuan dari semua pengharapannya.
Nah,
ketika kita sudah menjadi “seseorang” yang bermakna, ketika kita mampu dan berkesempatan
untuk berbuat sesuatu untuk sesama, kenapa kita tidak berpikir dan segera
berbuat untuk menolong siapa pun untuk menjadi “seseorang seperti diri
kita?”Kita tak boleh menunggu. Kita harus sadar, bahwa kita tidak hanya
dibebani untuk menjadi baik untuk diri kita sendiri, tetapi juga berkewajiban
untuk “bersedekah”, menjadikan orang lain sebaik diri kita, dan mungkin
lebih dari itu!
By Muliana G. H., S. Pd - 2015
0 Response to "Puasa"
Posting Komentar